Pendahuluan
Pajak adalah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk
mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang
mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak(DJP)
yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara
disamping penerimaan dari sumber lain. Dengan posisi yang sedemikian penting
itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik oleh
negara. Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak
dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik
Indonesia
ISI
Kasus
Penyelewengan Pajak Oleh Dhana Widyatmika
Sosok Dhana Widyatmika,
seorang mantan PNS Ditjen Pajak, yang menjadi tersangka kasus korupsi yang
telah ditetapkan oleh kejaksaan agung yang pemberitaannya kini mengemuka di
media massa. Dhana Widyatmika disebut-sebut sebagai The Next Gayus, karena memiliki
rekening dibeberapa bank yang jumlahnya miliaran. Identitas Dhana Widyatmika
sendiri terungkap dari informasi Kabag Humas dan TU Ditjen Imigrasi Maryoto
Sumadi. Ketika wartawan detikFinance mengkonfirmasikan mengenai identitas yang
sebelumnya disingkat dengan DW, maka Maryoto Sumadi membenarkan nama Dhana
Widyatmika masuk dalam daftar cekal di imigrasi.
Berdasarkan laporan yang
dilansir oleh DetikFinance, menyebutkan bahwa Dhana Widyatmika merupakan
lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Setelah melanjutkan program
sarjana, dia meneruskan studi pasca sarjana di Program Studi Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (FISIP UI). Setelah
lulus STAN, Dhana mulai bekerja di Ditjen Pajak pada tahun 1996. Karirnya
berkembang terus. Pada 2011, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal
Pajak (Dirjen Pajak) Dhana Widyatmika menjabat sebagai Account Representative
pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam.
Dhana Widyatmika merupakan PNS
golongan III/c dengan pangkat penata. Ia kini berusia 37 tahun. Direktur
Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Rahmany mengungkapkan 'The Next Gayus' ini
tidak lagi menjadi pegawai pajak. Karena, atas keinginannya sendiri Dhana
Widyatmika ini meminta pindah ke instansi lain. Mantan pegawai Direktorat
Jenderal Pajak Dhana Widyatmika dituntut hukuman 12 tahun penjara untuk tiga perbuatan
pidana oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung. Selain hukuman penjara,
majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diminta menjatuhi hukuman
membayar denda Rp 1 miliar dan subsider kurungan enam bulan. Dhana
dianggap terbukti melakukan tiga perbuatan pidana.
Pertama, tindak pidana korupsi
menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 2,75 miliar. Perbuatan pertama
Dhana tersebut diuraikan jaksa dalam dakwaan primer dan subsider. Dakwaan
primer memuat Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, sedangkan dakwaan subsidernya memuat Pasal
11 undang-undang yang sama. Menurut jaksa, pada 11 Januari 2006, Dhana menerima
uang dari Herly Isdiharsono senilai Rp 3,4 miliar yang ditransfer ke rekening
Bank Mandiri Cabang Nindya Karya, Jakarta. Penerimaan uang 3,4 miliar itu
berkaitan dengan penerimaan melawan hukum, yaitu mengurangi kewajiban pajak PT
Mutiara Virgo. Kemudian, sebanyak Rp 1,4 miliar dari uang tersebut digunakan
Dhana untuk membayar rumah atas nama Herly Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp 2
miliar, dipakai untuk kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly ikut ditetapkan
sebagai tersangka kasus ini. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT
Mutiara Virgo hanya membayar Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar yang
seharusnya. Adapun total uang yang dikucurkan PT Mutiara Virgo melalui
direkturnya, Jhonny Basuki, ke para pegawai pajak tersebut mencapai Rp 20,8
miliar. Kejaksaan Agung pun menetapkan Jhonny sebagai tersangka kasus ini.
Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana kembali menerima uang gratifikasi senilai
Rp 750 juta dari pencairan cek perjalanan di Bank Mandiri Cabang Nindya Karya.
Kedua, Dhana terbukti
melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar. Dhana
terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara. Dakwaan primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider, memuat Pasal 3
juncto Pasal 18 UU Tipikor. Atau, dakwaan kedua, dua, primer yang memuat Pasal
12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan subsidernya
memuat Pasal 12 huruf g undang-undang yang sama. Menurut tim JPU Kejaksaan
Agung, Dhana bersama-sama dengan Salman Magfiron sengaja menggunakan data
eksternal sebagai dasar perhitungan pajak PT Kornet Trans Utama, sehingga pajak
yang harus dibayarkan perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi. Dhana dan
Salman pun mengadakan pertemuan dengan Direktur PT Kornet Trans Utama, Lee Jung
Ho atau Mr Leo, yang intinya menawarkan bantuan untuk mengurangi nilai pajak
yang harus dibayarkan perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1 miliar.
Namun, permintaan imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet. Perusahaan itu kemudian
mengajukan keberatan melalui Pengadilan Pajak yang hasilnya memenangkan PT
Kornet. Atas kemenangan perusahaan tersebut, Dhana dianggap merugikan negara Rp
1,2 miliar atau paling setidak-tidaknya Rp 241.000.
Ketiga, terbukti melakukan
tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomor 8 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang. Menurut jaksa, Dhana menerima uang dari tindak pidana korupsi
yang selanjutnya secara bertahap ditransaksikan dengan maksud untuk
menyembunyikan asal-usul hartanya. Hal tersebut, kata Jaksa, dilakukan Dhana
dengan sejumlah cara.
Cara pertama, dengan transaksi
perbankan secara bertahap. Dhana memasukkan uang yang dimilikinya ke berbagai
rekening, di antaranya, Bank CIMB Niaga Cabang Jakarta sekitar Rp 4 miliar,
Bank HSBC Cabang Jakarta Kelapa Gading sekitar Rp 2,6 miliar, Bank Standard
Chartered sekitar 271.000 dollar AS, Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol Rp
474.000, CIMB Niaga Jakarta Sudirman sebesar Rp 54 juta dan Rp 30.000 dollar
AS, kemudian Bank BCA Cabang Kalimalang sekitar Rp 4,1 miliar.
Cara kedua, dengan
membelanjakan uang yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi tersebut
untuk membeli logam mulia seberat 1.100 gram yang kemudian disimpan dalam safe
deposite box Bank Mandiri Cabang Mandiri Plaza, Jakarta.
Cara ketiga, membelanjakan
uangnya untuk membeli tanah dan properti. Keempat, menyembunyikan uang dalam
beberapa mata uang asing. Kelima, membeli barang-barang berharga. Keenam,
membeli kendaraan bermotor uang disembunyikan dengan cara seolah-olah sebagai
barang dagangan PT Mitra Modern Mobilindo88, menginvestasikan hartanya pada
bidang properti.
Sebelumnya, dalam dakwaan,
Dhana terancam maksimal 20 tahun penjara. Jaksa mengatakan, terdapat hal-hal
yang memberatkan dan meringankan Dhana. Adapun hal yang meringakan
karena berusia relatif muda sehingga diharapkan memperbaiki perbuatan. Dhana
akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi. Dhana Widyatmika akan mengajukan
sendiri dan penasihat hukum juga akan mengajukan sendiri. Majelis hakim
memberikan waktu satu minggu untuk mempersiapkan pleidoi. Sidang lanjutan akan
dilaksanakan Senin 29 Oktober 2012.
Kesimpulan
Kejaksaan agung menetapkan empat orang
tersangka. Herly Isdiharsono, rekan Dhana di PT Mitra Modern Mobilindo dan
Johny Basuki, wajib pajak PT Mutiara Virgo yang sempat buron. Kemudian Firman
dan Salman Maghfiron, atasan dan bawahan Dhana di KPP Pancoran I saat menangani
PT Kornet Trans Utama.
Kasus skandal pajak juga
menyebut nama Gayus Halomoan Partahanan Tambunan. Gayus diperiksa Kejaksaan
Agung Republik Indonesia saksi di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang atas kasus
korupsi dan pencucian uang, Dhana Widyatmika Merthana. Kejagung menilai ada
konspirasi antara mantan pegawai Ditjen pajak Gayus Tambunan dan Dhana
Widyatmika Mertahana, dengan wajib pajak PT Kornet Trans Utama (KTU).
Saran
kasus seperti ini bukan pertama kalinya terjadi di
indonesia. Seharusnya pihak yang berwenang lebih teliti dan lebih sigap lagi
mengatasi masalah ini. Dan sebaiknya hukum di indonesia lebih diperketat lagi.
Menurut saya, hukuman yang paling tepat untuk kasus ini adalah dengan
kerangkeng dan dimiskinkan, agar para koruptor merasa jera, dan menjadi
pelajaran untuk semua orang khususnya para pejabat agar tidak terjerat seperti
kasus ini. Dan kepada pihak yang berwenang diharapkan dapat menuntaskan kasus
ini sampai keakarnya.
Referensi :