Jakarta -PT Pertamina (Persero)
memilih auditor asal Australia, Kordamenta, dalam audit Pertamina Energy
Trading Ltd. (Petral). Banyak pihak bertanya mengapa perusahaan migas pelat
merah itu tidak memakai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sekretaris Perusahaan Pertamina Wisnuntoro mengungkapkan, proses audit yang dilakukan auditor asing tersebut berbeda dengan audit dari BPK. Pemilihan auditor dilakukan dengan seleksi yang ketat.
"Auditor yang kita tunjuk sudah sesuai dengan saat tender. Ada 6 peserta yang ikut, dan akhirnya kita pilih Kordamenta, dan (audit) yang dilakukan BPK dengan Kordamenta itu berbeda," ungkap Wisnuntoro dalam diskusi Energi Kita di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Minggu (15/11/2015).
Ia menuturkan, BPK hanya melakukan audit pada laporan keuangan, operasi, dan transaksi. Sementara, auditor yang disewa Pertamina diharuskan melakukan audit forensik, atau audit menyeluruh untuk menemukan kejanggalan dalam proses pengadaan minyak.
"Audit forensik itu beda, yang dilakukan BPK itu operasional, keuangan, dan transaksional. Memang dari BPK ada temuan kecil, tapi dengan audit forensik untuk gali hal-hal yang di luar sistem, seperti komunikasi atau email antara karyawan dan vendor selama tender. Jadi secara hasil pun beda," tegas Wisnuntoro.
Wisnuntoro melanjutkan, tidak dilibatkannya BPK dalam audit Petral juga sesuai dengan arahan dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dibentuk pemerintah.
"Ini juga wujud intervensi pemerintah. Saat direksi Pertamina baru terbentuk, ada niat melakukan perubahan pada pengadaan minyak perusahaan. Dan penunjukan auditor forensik itu rekomendasi dari tim, bahkan tim mensyaratkan hanya 1 tahun masa yang diaudit, kita minta tambah 3 tahun dari tahun 2012," pungkasnya.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengungkapkan, dirinya mendukung penuh langkah Pertamina menggunakan auditor independen untuk menyelidiki kejanggalan dalam proses tender BBM di Petral. Pasalnya, audit proses tender BBM sebelumnya dari BPK malah dinyatakan wajar.
"Yang sekarang disajikan ke publik itu ada 2 hasil audit, forensik dan audit BPK. Itu jelas sekali dalam laporannya BPK tidak ada masalah. Sementara adanya audit forensik menyatakan ada kesalahan beberapa hal, ini kan aneh," kata Satya.
Dengan hasil audit BPK yang menyatakan tidak ada masalah, menurut Satya, hal ini justru menimbulkan keanehan karena hasil audit yang berbeda.
"Jangan audit hanya untuk motif politik. Jangan sampai ada kesan bahwa Kordamenta independen, tapi yang bayar Pertamina jadi beda. Hasil audit BPK tidak sedetail audit forensik," kata politisi Partai Golkar tersebut.
Sekretaris Perusahaan Pertamina Wisnuntoro mengungkapkan, proses audit yang dilakukan auditor asing tersebut berbeda dengan audit dari BPK. Pemilihan auditor dilakukan dengan seleksi yang ketat.
"Auditor yang kita tunjuk sudah sesuai dengan saat tender. Ada 6 peserta yang ikut, dan akhirnya kita pilih Kordamenta, dan (audit) yang dilakukan BPK dengan Kordamenta itu berbeda," ungkap Wisnuntoro dalam diskusi Energi Kita di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Minggu (15/11/2015).
Ia menuturkan, BPK hanya melakukan audit pada laporan keuangan, operasi, dan transaksi. Sementara, auditor yang disewa Pertamina diharuskan melakukan audit forensik, atau audit menyeluruh untuk menemukan kejanggalan dalam proses pengadaan minyak.
"Audit forensik itu beda, yang dilakukan BPK itu operasional, keuangan, dan transaksional. Memang dari BPK ada temuan kecil, tapi dengan audit forensik untuk gali hal-hal yang di luar sistem, seperti komunikasi atau email antara karyawan dan vendor selama tender. Jadi secara hasil pun beda," tegas Wisnuntoro.
Wisnuntoro melanjutkan, tidak dilibatkannya BPK dalam audit Petral juga sesuai dengan arahan dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dibentuk pemerintah.
"Ini juga wujud intervensi pemerintah. Saat direksi Pertamina baru terbentuk, ada niat melakukan perubahan pada pengadaan minyak perusahaan. Dan penunjukan auditor forensik itu rekomendasi dari tim, bahkan tim mensyaratkan hanya 1 tahun masa yang diaudit, kita minta tambah 3 tahun dari tahun 2012," pungkasnya.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengungkapkan, dirinya mendukung penuh langkah Pertamina menggunakan auditor independen untuk menyelidiki kejanggalan dalam proses tender BBM di Petral. Pasalnya, audit proses tender BBM sebelumnya dari BPK malah dinyatakan wajar.
"Yang sekarang disajikan ke publik itu ada 2 hasil audit, forensik dan audit BPK. Itu jelas sekali dalam laporannya BPK tidak ada masalah. Sementara adanya audit forensik menyatakan ada kesalahan beberapa hal, ini kan aneh," kata Satya.
Dengan hasil audit BPK yang menyatakan tidak ada masalah, menurut Satya, hal ini justru menimbulkan keanehan karena hasil audit yang berbeda.
"Jangan audit hanya untuk motif politik. Jangan sampai ada kesan bahwa Kordamenta independen, tapi yang bayar Pertamina jadi beda. Hasil audit BPK tidak sedetail audit forensik," kata politisi Partai Golkar tersebut.
Review Kasus Petral
1.
KAP yang mengaudit :
PT Pertamina (Persero) memilih auditor
asal Australia, Kordamenta, dalam audit Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral).
Banyak pihak bertanya mengapa perusahaan migas pelat merah itu tidak memakai Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Sekretaris Perusahaan Pertamina Wisnuntoro
mengungkapkan, proses audit yang dilakukan auditor asing tersebut berbeda
dengan audit dari BPK. Ada 6 peserta yang ikut, dan akhirnya kita pilih
Kordamenta, dan (audit) yang dilakukan BPK dengan Kordamenta itu berbeda,"
ungkap Wisnuntoro dalam diskusi Energi Kita di Kebon Sirih, Jakarta Pusat,
Minggu (15/11/2015). BPK hanya melakukan audit pada laporan keuangan, operasi,
dan transaksi. Sementara, auditor yang disewa Pertamina diharuskan melakukan
audit forensik, atau audit menyeluruh untuk menemukan kejanggalan dalam proses
pengadaan minyak. Saat direksi Pertamina baru terbentuk, ada niat melakukan
perubahan pada pengadaan minyak perusahaan. Dan penunjukan auditor forensik itu
rekomendasi dari tim, bahkan tim mensyaratkan hanya 1 tahun masa yang diaudit,
kita minta tambah 3 tahun dari tahun 2012.
2.
Jenis Audit yang dilakukan oleh KAP
Audit Forensik adalah audit yang
dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan resiko terjadinya fraud atau
kecurangan didalam maupun diluar sistem secara komprehensif.
3.
Prosedur Audit yang dilakukan oleh KAP :
·
Identifikasi Masalah : Auditor harus
melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang akan dibahas. Pemahaman tersebut
untuk memperjelas analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga audit dapat
dilakukan dengan tepat sasaran.
·
Pembicaraan dengan klien : Auditor
bersama klien akan melakukan pembahasan terkait lingkup, kriteria, metodelogi
audit, limitasi, dan jangka waktu.
·
Pemeriksaan Pendahuluan : Auditor
melakukan pengumpulan data menggunakan 5W + 2H (Who, What, Where, When, Why,
How, How much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi 4W + 1H.
·
Pengembangan rencana dan pemeriksaan : Auditor
akan menyusun sebuah dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit, prosedur
pelaksanaan audit, serta tugas individu dalam tim.
·
Pemeriksaan lanjutan : Auditor akan
menjalankan teknik auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya
fraud dan pelaku fraud tersebut.
·
Penyusunan laporan : pada tahap akhir,
auditor akan melakukan penyusunan laporan hasil audit forensic. Dalam hal ini
ada 3mpoin yang harus diungkapkan, yaitu : kondisi (kondisi yang terjadi
sebenarnya), Kriteria (standar patokan dalam pelaksanaan kegiatan).
4.
Kesimpulan :
·
KAP Kordamentha telah melakukan proses
audit dengan baik dan tidak memihak kepada satu kepentingan maupun hanya
berdasarkan standar kompetensi sesuai dengan Aturan Akuntan Publik no. 100
(Independensi, Integritas, Objektif) dan 201 (Standar Umum).
·
Peraturan 101 – Independensi, seorang
anggota yang berpraktik untuk peruahaan pabrik harus independen dalam
pelaksanaan jasa profesionalnya sebagaimana diisyaratkan oleh standar yang
dirumuskan lembaga yang dibentuk oleh dewan.
5.
Temuan KAP :
·
Adanya pihak ketiga (badab usaha) diluar
bagian manajemen Petral dan pertamina ikut campur dalam proses pengadaan dan
jual beli minyak mentah maupun BBM, mulai dari mengatur tender dengan harga
perhitungan sendiri, menggunakan instrument karyawan dan manajemen Petral saat
melancarkan aksi. Akibatnya Petral dan Pertamina tidak mendapatkan harga yang
optimal dan terbaik ketika melakukan pengadaan.
·
Berdasarkan temuan
lembaga auditor KordaMentha, jaringan mafia minyak dan gas (migas) menguasai
kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama
tiga tahun.
·
Adanya pertukaran
informasi via e-mail dari para pegawai yang berkomunikasi dengan vendor.
·
Pegawai setingkat
dengan manajer berkerjasama dengan pihak luar dan membuat harga minyak dan BBM
yang dibeli menjadi lebih mahal.
·
Hasil audit forensik
terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) menyebutkan terjadi anomali
dalam pengadaan minyak pada 2012-2014.
Sumber :
http://pipitmpus.blogspot.co.id/