Sabtu, 15 Juni 2013

KONSUMSI



KONSUMSI

Pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi rumah tangga/masyarakat. Pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki porsi terbesar dalam total pengeluaran agregat. Berbeda dengan konsumsi pemerintah yang bersifat eksogenus, konsumsi rumah tangga bersifat endogonus. Dalam arti, besarnya konsumsi rumah tangga berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhiny. Karena itu kita dapat menyusun teori dan model ekonomi yang menghasilkan pemahaman tentang hubungan tingkat konsumsi dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhiny. Teori dan model tersebut dikenal sebagai teori dan model konsumsi.
            Perkembangan masyarakat yang begitu cepat menyebabkan perilaku- perilaku konsumsi juga berubah cepat. Hal ini merupakan alasan lain yang membuat studi tentang konsumsi rumah tangga tetap relevan. Ini dibuktikan dengan munculnya teori-teori konsumsi yang lebih baru, terutama karena mempertimbangkan unsur ketidakpastian, menggunakan model dinamis, dan peralatan analisis ekonometrika.
            Pada dasaenya faktor utama yang mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat adalah pendapatan, dimana korelasi keduanya bersifat positif, yaitu semakin tinggi pendapatan maka konsumsinya juga makin tinggi.
            Keputusan menunda konsumsi sumber daya atau bagian penghasilan demi meningkatkan kemampuan menambah atau menciptakan nilai hidup di masa mendatang merupakan investasi. Dalam bahasa yang lebih filosofis, segala sesuatu yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menciptakan nilai kegunaan hidup adalah investasi. Jadi investasi bukan hanya dalam bentuk fisik melainkan juga non fisik, terutam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM)

TEORI KONSUMSI

1. Teori Keynes ( Keynesian Consumption Model )
            Setidak-tidaknya ada empat teori konsumsi yang perlu dipelajari agar dapat mengikuti perkembangan teori-teori mutakhir. Salah satu diantaranya adalah yang diajukan oleh John Maynard Keynes.

Pendekatan Keynes
Buku The General Theory of Employment, Interest and Money ( teori umum mengenai kesempatan kerja ,suku bunga dan uang). Yang ditulis oleh seorang  ekonom inggris john Maynard Keynes, telah mendorong revolusi perekonomian. Setelah pernerbitannya  ditahun 1936, buku itu menawarkan  suatu alternatif  terhadap teori perekonomian teori klasik yang berdasar pada pasar persaingan , harga yang fleksibel, dan peran  terbatas  pemerintah. Sebenarnya ,teori Keynes memberikan landasan bagi pemerintah untuk berperan lebih aktif. Teori Keynes yang meliputi tulisan- tulisan  Keynes dan para pengikutnya mempunyai tiga karakteristik :
1.      Tingkat harga umum dalam ekonomi dianggap kaku  atau  tidak fleksibel kebawah . Perubahan  dalam pendapatan atau output  (GNP) adalah sama dengan perubahan pengeluaran nyata.
2.      Tingkat keseimbangan GNP dapat terjadi bila sumber – sumber  tidak diperkerjakan sepenuhnya . Dengan demikian, depresi besar pada tahunb 1930-an dapat dilihat sebagai suatu equilibrium,  atau keadaan tetapi, daripada sebagai  periode transisi koreksi diri.
3.      Kapasitas produksi suatu bangsa  menentukan potensi GNP-nya, akan tetapi tingkat GNP yang sebenarnya ditentukan oleh pengeluaran keseluruhan (C+I)

Hubungan Pendapatan Disposible dan Konsumsi
            Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini ( current consumption ) sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposibel saat ini ( current disposible income ). Menurut keynes,ada batas konsumsi minimal tidak tergantung tingkat pendapata. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi otonomus (autonomous consumption ). Jika pendapatan disposible meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposible.
C = C0 + b Yd
dimana :
            C = Konsumsi
            C0 = Konsumsi otonomus
            b = marginal propensity to consume (MPC)
            Yd = Pendapatan disposible
            0 < b < 1

            Sebagai tambahan penjelasan, perlu diberikan beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes tersebut diatas :
1. Merupakan variabel riil/nyata , yaitu bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkann hubungan antara pendapatan dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan, bukan hubungan antara pendapatan nominal dengan pengeluaran konsumsi nominal.
2.  Merupakan pendapatan yang terjadi ( current income ) bukan pendapatan yang diperoleh sebelumnya, dan bukan pula pendapatan yang diperkirakan terjadi di masa datang ( yang diharapkan ).
3.   Merupakan pendapatan absolut , bukan pendapatan relatif atau pendapatan permanen, sebagaimana dikemukakan oleh ahli ekonomi lainnya.

Kecenderungan Mengonsumsi Marjinal ( Marginal Prospensity to Income )
            Kecenderungan mengonsumsi marjinal (MPC) adalah konsep yang memberikan gambaran tentang berapa konsumsi akan bertambah jika pendapatan disposibel bertambah satu unit.
MPC =  C
              Yd

            Angka MPC juga tidak mungkin negatif, dimana jika pendapatan disposibel terus meningkat, konsumsi terus menurun samapai nol (tidak ada konsumsi).

Kecenderungan Mengonsumsi Rata-Rata
Kecenderungan mengonsumsi rata-rata (Average Propensity to Consume, disingkat APC) adalah rasio antara konsumsi total dengan pendapatan disposabel total.
APC     =    C
                 Yd
Karena besarnya MPC < 1, maka APC < 1

Hubungan Konsumsi dan Tabungan
            Pendapatan disposibel yang diterima rumah tangga sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung, Dengan demikian kita dapat menyatakan :

Yd = C + S

dimana :
            S = tabungan (saving)
           
            Kita juga dapat mengatakan setiap tambahan penghasilan disposibel akan dialokasikan untuk menambah konsumsi dan tabungan. Besarnya tambahan pendapatan disposibel yang menjadi tambahan tabungan disebut kecenderungan menabung marjinal  ( Marginal Prospensity to Save disingkat MPS ). Sedangkan rasio antara tingkat tabungan dengan pendapatan disposibel disebut kecenderungan menabung rata – rata (Average Prospensity to Save, disingkat APS)

2  Model Konsumsi Siklus Hidup

       Model konsumsi siklus hidup ( Life Cycle Hypothesis), dikembangkan oleh Franco Modigliami, Albert Ando dan Richard Brumberg. Model ini berpendapat bahwa kegiatan konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Model siklus hidup ini membagi perjalanan hidup manusia menjadi tiga periode :
          a. Periode Belum Produktif
          b. Periode Produktif
          c. Periode Tidak Produktif Lagi

3.3 Teori Pendapatan Permanen
         
3. Hipotesis Pendapatan Permanen

Di 1957, Milton Friedman menyatakan hipotesis pendapatan-permanen (permanent-income hypothesis) untuk menjelaskan perilaku konsumen.Esensinya adalah konsumsi saat ini proporsional terhadap pendapatanpermanen. Hipotesis pendapatan-permanen Friedman melengkapi hipotesis daur-hidup Modigliani: keduanya menggunakan teori konsumen Fisher untuk menyatakan bahwa konsumsi sebaiknya tidak bergantung pada pendapatan saat ini saja. Tapi tak seperti hipotesis daur-hidup, yang menekankan bahwa pendapatan mengikuti pola reguler selama hidup seseorang, hipotesis pendapatan-permanen menekankan bahwa orang mengalami perubahan acak dan temporer dalam pendapatan mereka daritahun ke tahun.Friedman menyarankan kita memandang pendapatan saat ini Y sebagai jumlah dari dua komponen, pendapatan permanen (permanent income) YP dan pendapatan transitoris (transitory income) YT.

Tingkat konsumsi mempunyai hubungan proporsional dengan pendapatan permanen ( permanent income)
C =  λ Yp . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
          Di mana :
          C = konsumsi, Yp = pendapatan permanen,  λ = faktor proporsi, (k. > 0)
Pendapatan permanen adalah tingkat pendapatan rata – rata yang ekspektasi/diharapkan dalam jangka panjang. Sumber pendapatan itu berasal dari pendapatan upah/gaji (expected labour income) dan non upah/ non gaji (expected income from assets). Pendapatan permanen akan meningkat bila individu menilai kualitas dirinya (human wealth) makin baik, mampu bersaing di pasar. Dengan keyakinan tersebut ekspektasinya tentang pendapatan upah / gaji (expected labour income ) makin optimistik. Ekspektasi tentang pendapatan permanen juga akan meningkat jika individu menilai kekayaannya (non-human wealth) meningkat. Sebab dengan kondisi seperti itu pendapatan non upah (non-labour income) diperkirakan juga meningkat, adanya perbedaan antara yang diharapkan dengan yang diterima adalah adanya pendapatan tidak permanen, yang besarnya berubah – ubah. Pendapatan ini disebut pendapatan transitori (transitory income).
          Yd = Yp + Yt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Di mana :
          Yd = pendapatan disposabel saat ini, Yp = pendapatan permanen
          Yt = pendapatan transitori


4 Teori Pendapatan Relatif
         
Teori  Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis), dikembangkan oleh James Duessenberry. Kendatipun mengakui pengaruh dominan pendapatan terhadap konsumsi , teori ini lebih memperhatikan aspek psikologis rumah tangga dalam menghadapi perubahan pendapatan. Dampak perubahan pendapatan disposabel dalam jangka pendek akan berbeda dibanding dalam jangka panjang. Terdapat Rachet Efek yaitu konsumsi tidak akan turun mengikuti kurva jangka panjang pada saat pendapatan turun, namun jika pendapatan naik konsumsi akan mengikuti kurva jangka panjang.

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi

Banyak faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga besar :
a. Faktor-faktor ekonomi
b. Faktor-faktor Demografi (Kependudukan)
c. Faktor-faktor Non-ekonomi

A. Faktor-faktor Ekonomi
            Empat faktor ekonomi yang menentukan tingkat konsumsi adalah :

1. Pendapatan rumah tangga ( household income )
2. Kekayaan rumah tangga ( household wealth )
3. Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat
4. Tingkat bunga ( interest rate )
5. Perkiraan tentang masa depan ( household expectation about the future )
6. Kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.

1. Pendapatan Rumah Tangga ( Household Income )
            Pendapatan rumah tangga sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik ( tinggi ) tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan menigkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar. Atau mungkin juga pola hidup makin konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik. Contoh yang amat sederhana adalah jika pendapatan sang ayah masih sangat rendah, biasanya beras yang dipilih untuk konsumsi juga beras kelas rendah/menengah.

2. Kekayaan Rumah Tangga ( Household Wealth )
            Tercakup dalam pengertian kekayaan rumah tangga adalah kekayaan riil ( misalnya, rumah,tanah dan mobil ) dan financial ( deposito berjangka , saham , surat-surat berharga). Kekayaan-kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi , karena menambah pendapatan disposibel. Misalnya  bunga deposito yang diterima tiap bulan dan deviden yang diterima setiap tahun menambah pendapatan rumah tangga.

3. Jumlah Barang-barang Konsumsi Tahan Lama Dalam Masyarakat
            Pengeluaran konsumsi masyarakat juga dipengaruhi oleh jumlah barang-barang konsumsi tahan lama ( consumers durables ). Pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi bisa bersifat positif (menambah) dan negatif (mengurangi).
            Barang-barang tahan lama bisanya harganya mahal, yang untuk memperolehnya dibutuhkan waktu untuk menabung. Apabila membelinya secara tunai, maka sebelum membeli harus banyak menabung.

4. Tingkat Bunga
            Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi, baik dilihat dari sisi keluarga yang memiliki kelebihan uang maupun yang kekurangan uang. Dengan tingkat bunga yang tinggi , maka biaya ekonomi dari kegiatan konsumsi akan semakin mahal. Bagi mereka yang ingin mengonsumsi dengan berutang dahulu, misalnya dengan maminjam dari bank atau menggunakan fasilitas kartu kredit, biaya bunga semakin mahal, sehingga lebih baik mengurangi konsumsi. Tingkat bunga yang tinggi menyebabkan menyimpan uang di bank terasa lebih menguntungkan ketimbang dihabiskan utnuk konsumsi. Jika tingkat bunga lebih rendah yang terjadi adalah sebaliknya.

5. Perkiraan Tentang Masa Depan
            Jika rumah tangga memperkirakan masa depannya makin baik, mereka akan merasa lebih leluasa untuk melakukan konsumsi. Karenanya pengeluaran konsumsi cenederung meningkat.
            Faktor-faktor internal yang dipergunakan untuk memperkirakan peospek masa depan rumah tanggga antara lain adalah : apakah ayah dan ibu yakin akan mendapatkan pekerjaan? Apakah karier dan gaji mereka akan meningkat ?.Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi prediksi rumah tangga tentang masa depannya antara lain kondisi perekonomian domestik dan internasional , jenis-jenis dan arah kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah.

6. Kebijakan Pemerintah Mengurangi Ketimpangan Distribusi Pendapatan
            Telah dikemukakan bahwa MPC pada kelompok masyarakat berpendapatan tinggi lebih rendah dibanding MPC pada kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah. Keinginan pemerintah untuk untuk mengurangi ketimpangan dalam distribusi pendapatan ternyata akan menyebabkan bertambahnya pengeluaran konsumsi masyarakat secara keseluruhan.

B. Faktor-faktor Demografi
            Yang tercakup dalam faktor-faktor kependudukan adalah jumlah dan komposisi penduduk.
1. Jumlah Penduduk
            Jumalah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun rata-rata per orang atau per keluarga relatif rendah. Misalnya , walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih rendah daripada penduduk Singapura , tetapi secara absolut tingkat pengeluaran konsumsi Indonesia lebih besar daripada penduduk Singapura.. Sebab jumlah penduduk Indonesia lima puluh satu kali lipat penduduk Singapura.

2. Komposisi Penduduk
            Komposisi penduduk suatu negara dapat dilihat dari beberapa klasifikasi diantaranya : usia ( produktif dan tidak produktif ), pendidikan ( rendah,menengah,tinggi) dan wilayah tinggal ( perkotaan dan pedesaan ).

C. Faktor-faktor Non-Ekonomi
            Faktor-faktor non ekonomi yang paling berpengaruh terhadap basarnya konsumsi adalah faktor sosial-budaya masyarakat. Misalnya saja, berubahnya pola kebiasaan makan , perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat. Tidak mengherankan bila ada rumah tangga yang mengeluarkan uang ratusan juta , bahkan miliaran rupiah , hanya untuk membeli rumah idaman.
            Dalam dunia nyata, sulit memilah-milah faktor apa mempengaruhi apa, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan/peningkatan konsumsi. Karena itu bisa saja terjadi dalam kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah yang memaksakan untuk membeli barang-barang dan jasa yang sebenarnya tidak sesuai dengan kemempuannya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar